Jumat, 23 Oktober 2015

Pengertian Kata Cinta

Pengertian cinta, sayang, suka. mungkin kalian punya arti tersendiri tentang kata tersebut.setian orang pasti mempunya pemikiran yang berbeda-beda tentang pengertian kata ini. kok bisa????? jawabanya tentu dari pengalaman yang sudah mereka rasakan.dengan berbedanya pengalaman yang dirasakan maka akan membuat pengertian yang berbeda.misalnya jika seseorang yang sedang jatuh cinta, maka orang tersebut akan mengatakan bahwa cinta itu sanggat indah dan menyenangkan.sebaliknya bila seseorang yang mengalami patah hati maka dia pasti punya pemikiran bahwa cinta itu pahit dan dapat membunuhnya.

Cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut

A.perbedaan suka sayang dan cinta!!!!!
Saat kau MENYUKAI seseorang, kau ingin memilikinya untuk keegoisanmu sendiri.
Saat kau MENYAYANGI seseorang, kau ingin sekali membuatnya bahagia dan bukan untuk dirimu sendiri.
Saat kau MENCINTAI seseorang, kau akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya walaupun kau harus mengorbankan jiwamu.
Saat kau MENYUKAI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan bertanya,"Bolehkah aku menciummu?"
Saat kau MENYAYANGI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan bertanya,"Bolehkah aku memelukmu?"
Saat kau MENCINTAI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan menggenggam erat tangannya...

SUKA adalah saat ia menangis, kau akan berkata "Sudahlah, jangan menangis."
SAYANG adalah saat ia menangis dan kau akan menangis bersamanya.
CINTA adalah saat ia menangis dan kau akan membiarkannya menangis di pundakmu sambil berkata, "Mari kita selesaikan masalah ini bersama-sama."
SUKA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata, "Ia sangat cantik dan menawan."
SAYANG adalah saat kau melihatnya kau akan melihatnya dari hatimu dan bukan matamu.
CINTA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata, "Buatku dia adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padaku.."

Pada saat orang yang kau SUKAi menyakitimu, maka kau akan marah dan tak mau lagi bicara padanya.
Pada saat orang yang kau SAYANGi menyakitimu, engkau akan menangis untuknya.
Pada saat orang yang kau CINTAi menyakitimu, kau akan berkata, "Tak apa dia hanya tak tau apa yang dia lakukan."
Pada saat kau SUKA padanya, kau akan MEMAKSANYA untuk menyukaimu.
Pada saat kau SAYANG padanya, kau akan MEMBIARKANNYA MEMILIH.
Pada saat kau CINTA padanya, kau akan selalu MENANTINYA dengan setia dan tulus...
SUKA adalah kau akan menemaninya bila itu menguntungkan.
SAYANG adalah kau akan menemaninya di saat dia membutuhkan.
CINTA adalah kau akan menemaninya di saat bagaimana keadaanmu.

SUKA adalah hal yang menuntut.
SAYANG adalah hal memberi dan menerima.
CINTA adalah hal yang memberi dengan rela.

Cinta juga selalu menyatakan unsur - unsur dasar tertentu yaitu:
1.Pengasuhan, contohnya cinta seorang ibu kepada anaknya.
2.Tanggung jawab, adalah tindakan yang benar – benar bedasarkan atas suka rela.
3.Perhatian, merupakan suatu perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan pribadi orang lain, agar mau membuka dirinya.
4.Pengenalan, merupakan keinginan untuk mengetahui rahasia manusia.

KASIH SAYANG

Menurut kamus umum bahasa Indonesia karangan W.J.S.Porwadarminta, kasih sayang adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang. Apabila suatu hubungan cinta diakhiri dengan sebuah pernikahan maka hal ini akan menimbulkan perasaan yang lebh dewasa lagi dan juga menuntut agar suatu hubungan tersebut lebih bertanggung jawab, perasaan inilah yang disebut dengan kasih sayang, mengasihi, atau saling menumpahkan kasih sayang.

KEMESRAAN

Kemesraan berasal dari kata mesra yang berarti erat atau karib sehingga kemesraan berarti hal yang menggambarkan keadaan sangat erat atau karib. Kemesraan juga bersumber dari cinta kasih dan merupakan realisasi nyata. Kemesraan dapat diartikan sama dengan kekerabatan, keakraban yang dilandasi rasa cinta dan kasih.
Tingkatan kemesraan dapat dibedakan berdasarkan umur, yaitu:
lKemesraan dalam Tingkat Remaja, terjadi dalam masa puber atau genetal pubertas yaitu dimana masa remaja memiliki kematangan organ kelamin yang menyebabkan dorongan seksualitasnya kuat.
lKemesraan dalam Rumah Tangga, terjadi antara pasangan suami istri dalam perkawinan. Biasanya pada tahun tahun wal perkawinan, kemesraan masih sangat terasa, namun bisa sudah agak lama biasanya semakin berkurang.
lKemesraan Manusia Usia Lanjut, Kemsraan bagi manusia berbeda dengan pada usia sebelumnya. Pada masa ini diwujudkan dengan jalan – jalan dan sebagainya.



Pluralisme Sebagai Kekuatan persatuan

Pluralisme bangsa adalah pandangan yang mengakui adanya keragaman di dalam suatu bangsa, seperti yang ada di Indonesia. Istilah plural mengandung arti berjenisjenis, tetapi pluralisme bukan berarti sekedar pangakuan terhadap hal tersebut. Namun mempunyai implikasi-implikasi politis, sosial, ekonomi. Oleh sebab itu, pluralisme berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Banyak negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi tetapi tidak mengakui adanya pluralisme di dalam kehidupannya sehingga terjadi berbagai jenis segregasi. Pluralisme ternyata berkenaan dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat yang ada dalam suatu komunitas. Komunitas-komunitas tersebut mempunyai budaya masing-masing dan keberadaan mereka diakui negara termasuk budayanya.Budaya di dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting karena menjadi alat perekat di dalam suatu komunitas. Oleh sebab itu, setiap negara memerlukan politik kebudayaan (Harrison and Huntington, 2000). Bahkan Gandhi menunjukkan bahwa budaya sebagai alat pemersatu bangsa. Senada dengan itu, Soedjatmoko (1996) mengungkapkan Indonesia memerlukan adanya suatu politik kebudayaan sebagai upaya 3 mengikat bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang besar. Keberagaman budaya melahirkan multikulturalisme.Multikulturalisme berkaitan erat dengan epistemologi. Berbeda dengan epistimologi filsafat yang memberi arti kepada asal-usul ilmu pengetahuan. Demikian pula epistimologi di dalam sosiologi yang melihat perkembangan ilmu pengetahuan di dalam kaitannya dengan kehidupan sosial. Multikulturalisme dalam epistimologi sosial mempunyai makna yang lain. Dalam epistimologi sosial, tidak ada kebenaran mutlak. Hal itu berarti ilmu pengetahuan selalu mengandung arti nilai. Di dalam suatu masyarakat, yang benar adalah yang baik bagi masyarakat itu, biasanya dibudayakan pada anggota masyarakatnya melalui belajar (Tilaar, 2004: 83). Kebudayaan merupakan salah satu modal penting di dalam kemajuan suatu bangsa. Modal suatu bangsa untuk maju dan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan menggalang kekuatan terutama di dalam era globalisasi. Dasar multikulturalisme antara lain adalah menggali kekuatan suatu bangsa yang tersembunyi di dalam budaya yang berjenis-jenis. Setiap budaya mempunyai kekuatan tersebut. Apabila dari masing-masing budaya yang dimiliki oleh komunitas yang plural tersebut dapat dihimpun dan digalang tentunya akan merupakan suatu kekuatan yang dahsyat melawan arus globalisasi, yang mempunyai tendensi monokultural itu. Monokulturalisme akan mudah disapu oleh arus globalisasi, sedang multikulturalisme akan sulit dihancurkan oleh gelombang globalisasi tersebut. Multikulturalisme memang dapat juga menyimpan bahaya, yaitu dapat tumbuh dan berkembangnya sikap fanatisme budaya di dalam masyarakat. Apabila fanatisme muncul maka akan terjadi pertentangan di dalam kebudayaan yang pada akhirnya merontokkan seluruh bangunan kehidupan dari suatu komunitas. Apabila multikulturalisme digarap dengan baik, maka akan timbul rasa penghargaan dan toleransi terhadap sesama komunitas dengan budayanya masing-masing. Kekuatan di dalam masing-masing budaya dapat disatukan di dalam penggalangan kesatuan bangsa. Kekuatan bersama itu dapat menjadi pengikat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sikap saling menghargai, toleransi, mampu hidup bersama dalam keragaman adalah tujuan dari multikulturalisme, yang dapat dimiliki setiap insan melalui pendidikan, yang dikenal dengan pendidikan multikultural.

Pluralisme kehidupan bangsa dan negara Indonesia ternyata menjadi satu problem tersendiri bagi eksistensi tumbuhnya kesadaran nasional dalam upaya penegakan demokrasi. Dalam tiap periode pemerintahan Indonesia terhitung dari presiden Soekarno sampai SBY di warnai isu dan gerakan penuntutan pemisahan diri dari NKRI, di antaranya: pemberontakan PKI di Madiun, pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) di Jawa Barat, pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), pemberontakan Permesta, Gerakan Aceh Merdeka, tragedi Nasional GS30PKI, RMS, Operasi Papua Merdeka, dan yang paling memprihatinkan adalah disintegrasi Timor-Timur/Dili. Gerakan yang terakhir menjadi satu bentuk kegagalan bangsa Indonesia dalam mempertahankan persatuan negara dan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan hingga saat ini. Jatuhnya pemerintahan Orde Baru pimpinan Soeharto menghantar bangsa dan negara Indonesia pada perjuangan dan pembenahan penegakan kembali demokrasi Pancasilanya yang sekian lama hanya jadi bayang-bayang pemerintahan sebelumnya. Era reformasi (bagi banyak kalangan) menjadi satu momen penegakan kembali, tidak hanya soal transformasi haluan penyelenggaraan negara, tetapi terutama penegakan emansipasi hak-hak masyarakat yang selama ini dibungkam. Reformasi dipercaya dapat menjadi solusi bagi bangsa dan negara ini. Nyatanya, era reformasi bukan satu capaian yang begitu sempurna, sebaliknya ia juga membawa satu kekuatan destruktif hanya oleh karena bias tafsir dan pelaksanaannya, yaitu perihal kebebasan. Tak heran sehari-hari kita disuguhkan dengan anarkisme dan kriminalitas atas nama kebebasan dan bahkan semua-semua yang berlangsung baik ataupun buruk selalu atas nama kebebasan (HAM). Jika pemaknaan demikian, tentu era reformasi akan menjadi satu racikan demokrasi Indonesia yang berdampak pada malapetaka persatuan bangsa dan negara.

Problem pluralitas dan diintegrasi sesungguhnya telah diantisipasi oleh periode pemerintahan pertama Indonesia. Ketidakstabilan penyelenggaraan negara pasca kemerdekaan mungkin menjadi pertimbangan bagi Soekarno menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin (1959-1965) sebagai upaya kontrol atas carut-marutnya penyelenggaraan negara saat itu. Ada tiga alasan yang menjadi landasan penerapan sistem Demokrasi Terpimpin yang salah satunya menanggapi isu dan pergerakan separatis. Tumbangnya Orde Lama kepemimpinan Soekarno, maka lahirlah Orde Baru (1965-1998) dibawah kekuasaan Soeharto mungkin menjadi satu sejarah panjang kekelaman demokrasi di Indonesia. Kemajemukan Indonesia sebisa mungkin ditekan dengan kekuatan militer guna mencapai stabilitas nasional dan pembangunan nasional yang menjadi priorotas. Kemajemukan (plurality) dipaksakan menjadi satu keseragaman (Uniformity). Di satu pihak, tindakan represif ini berhasil menggenapi prioritas pemerintah, namun di pihak lainya, memupuk rasa dendam yang kian besar dan mendalam oleh kelompok-kelompok sosial tertentu dari waktu ke waktu ibarat bom waktu yang tinggal menunggu momen untuk meledak. Akhirnya, realitas pluralitas menjadi semakin signifikan tidak hanya pada aspek jumlah kumulatifnya, tetapi juga kualitas kemajemukan kian menjadi nyata oleh karena pecahnya konflik pikiran dan perasaan untuk merealisasi kebebasan atau kewajiban menjalani realitas sosial dibawah tekanan negara. Ketika roda pemerintahan Indonesia kembali berputar dari totaliter ke arah reformasi, maka bom itu pun akhirnya meledak dan pemerintah harus bekerja keras menghadapinya karena taruhannya adalah persatuan bangsa dan negara Indonesia.

Guna menumbuh-kembangkan persatuan bangsa dan negara ini, pemerintah tidak hanya cukup dengan mengumandangkan kesatuan negara ini, di antaranya: kesatuan sejarah, kesatuan geografis, kesatauan simbol negara, kesatuan ideologi negara, kesatuan bahasa, kesatuan UUD 1945, dan pelbagai bentuk kesatuan yang lain. Harus diingat bahwa pasca kemerdekaan Indonesia, kita oleh para tokoh bangsa dan negara dipersatukan melalui kesatuan-kesatuan dalam pelbagai aspek dengan harapan bahwa tumbuhnya kesadaran nasional oleh masyarakat Indonesia yang sedemikian pluralisnya sebagai satu bangsa dan negara. Sejatinya kemajemukan bangsa dan negara Indonesia menyiratkan sekian banyaknya perbedaan dalam tubuh dan bangsa ini yang berpotensi pada konflik dan perpecahan sehingga karenanya masyarakat Indonesia seyogianya disatukan dalam kesatuan-kesatuan yang diciptakan. Pluralitas adalah satu yang alamiah jauh telah ada sebelum negara dan bangsa Indonesia didirikan dengan pelbagai bentuk kesatuan dikemudiannya. Tugas negara adalah pengupayaan melalui manifestasi kehidupan sosial yang telah disiratkan dalam pelbagai bentuk kesatuan negara ini, Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai pedoman haluan penyelenggaraan negara Indonesia. Pada kesempatan pertama Pancasila dan UUD 1945 merupakan bentuk perjanjian sosial dalam kontrak sosial pembentukan negara dan bangsa Indonesia. Hak-hak dalam realitas kemajemukan diorganisir secara proporsional dan berimbang dalam isi Pancasila dan UUD 1945. Masyarakat Indonesia dengan pelbagai kemajemukannya selanjutnya sepakat dan berpartisipasi di dalamnya karena percaya dan yakin adanya jaminan negara atas kelangsungan hidupnya. Ini proses paling pokok bagaimana kesadaran nasional itu dapat lestari dan berkembang. Kesamaan realitas sosial, seperti pengalaman sejarah senasib dalam penderitaan oleh karena bangsa penjajah, hanya menjadi aspek pencetus lahirnya kesadaran nasional yang harus diikuti dengan upaya pembangunan kehidupan sosial lainnya. Kita tidak bisa semata mendasarkan diri pada kesamaan kenyataan sosial demikian, karena yang paling fundamental adalah soal nilai-nilai budaya yang lebih dulu dan terinternalisasi pada masing-masing kelompok sosial di Indonesia sebelum berdirinya bangsa dan negara ini. Ini lebih pada jaminan kepentingan-kepentingan sosial yang berbeda dalam konteks kehidupan bersama dan Pancasila dan UUD 1945 telah menyiratkannya dan tinggal bagaimana pemerintah merealiasikannya. Sehingga paling penting bagi pemerintah Indonesia adalah bagaimana menerjemahkan secara baik dan benar kesatuan-kesatuan bangsa dan negara Indonesia dalam praktis penyelenggaraan negara dan bangsa Indonesia di tengah-tengah banyaknya perbedaan kelompok-kelompok sosialnya.